Dari Tengah Sawit, Borneo Menyala: Ribuan Suara Mahasiswa Menyambut Tamu dari Jakarta

Di pedalaman Borneo, di antara bentangan perkebunan sawit dan jalan tanah merah yang membelah hutan Kalimantan Barat, berdiri sebuah ruang harapan bernama Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo. Kampus ini mungkin tidak sebesar universitas di kota-kota besar, tetapi semangatnya jauh melampaui batas geografis yang mengelilinginya. Di sinilah pendidikan hadir sebagai cahaya yang menerangi masa depan anak-anak daerah, jauh dari hiruk pikuk metropolitan.

Pada suatu sore yang hangat, halaman kampus mendadak berubah menjadi pusat keramaian. Hampir seribu peserta—mahasiswa, pelajar SMA/SMK, guru, masyarakat, dan tamu undangan—memenuhi ruang terbuka kampus untuk mengikuti kegiatan Praise and Worship yang untuk pertama kalinya digelar di universitas ini. Bagi kampus kecil di tengah sawit, jumlah ini bukan sekadar angka; ini adalah tanda bahwa harapan sedang bertumbuh.

Tamu utama datang dari Jakarta: Ancelo Ganda bersama tim Praise and Worship-nya. Mereka menempuh perjalanan panjang dari ibu kota, menyusuri kota, udara, hingga jalan berpohon kelapa sawit demi satu tujuan: menunjukkan bahwa pendidikan, pembinaan karakter, dan pelayanan rohani tidak boleh berhenti di kota-kota besar, tetapi harus menjangkau daerah yang paling terpencil sekalipun. Kehadiran mereka menjadi bukti nyata bahwa anak bangsa di pedalaman Borneo juga pantas mendapat perhatian yang sama.

Kegiatan ini dipimpin oleh Vinsensius, S.Fil., M.M., dosen dan akademisi yang menjadi ketua panitia. Ia melihat kegiatan ini sebagai upaya membangun jembatan antara pusat dan daerah, membuka ruang bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman rohani dan motivasi baru. Di bawah koordinasinya, acara ini disiapkan dengan penuh kerja keras, melibatkan banyak mahasiswa dari berbagai fakultas, terutama FKIP dan FST.

Acara semakin spesial karena Wakil Bupati Landak hadir langsung dan memberikan sambutan. Ia menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan ini, serta menekankan pentingnya dukungan terhadap pendidikan tinggi di pedalaman Kalimantan. Menurutnya, kegiatan kolaboratif seperti ini sangat jarang terjadi dan memberi dampak besar bagi perkembangan mental dan spiritual generasi muda.

Tidak hanya pemerintah, para kepala SMA dan SMK se-Kota Ngabang juga datang membawa ratusan siswanya. Mereka memadati halaman kampus, menyaksikan bagaimana suasana perguruan tinggi dapat memberi inspirasi baru. Bagi banyak pelajar, ini adalah kali pertama mereka melihat kampus hidup dengan begitu meriah, penuh musik, energi, dan spiritualitas.

Salah satu momen paling ditunggu adalah penampilan girl band E’ries, kebanggaan mahasiswa Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo. Dengan gaya dinamis dan suara yang kuat, mereka berhasil menghidupkan suasana hingga seluruh peserta ikut bergerak, menyanyi, dan merayakan kebersamaan. Sorak-sorai para mahasiswa menggema, menyatu dengan suara musik dan angin sore Borneo.

Yang menarik, hampir seribu orang yang hadir tidak hanya menjadi penonton. Mahasiswa dari FKIP dan FST, hingga para siswa dari berbagai sekolah ikut larut dalam suasana. Mereka menari, bernyanyi, melompat bersama—sebuah pemandangan yang jarang terjadi di kampus yang biasanya sunyi dan jauh dari pusat keramaian.

Kegiatan ini bukan sekadar acara rohani. Di tengah hutan sawit dan keterbatasan fasilitas, kegiatan ini menghadirkan gagasan besar: bahwa pendidikan di daerah tidak boleh dipandang sebelah mata. Kehadiran tamu dari Jakarta memberi pesan kuat bahwa anak muda Borneo layak menerima pengalaman yang memberi motivasi, harapan, dan pembinaan karakter.

Bagi Vinsensius, kegiatan ini adalah momentum untuk mengangkat nama kampus di lingkup nasional, membangun jejaring, dan menunjukkan bahwa universitas kecil pun mampu menghadirkan acara yang menyentuh banyak orang. Ia menegaskan bahwa ini bukan hanya kegiatan internal, tetapi sebuah gerakan yang ingin menyampaikan pesan bahwa cahaya pendidikan dapat bersinar dari tempat-tempat yang tak pernah disangka.

Ketika matahari mulai turun dan lampu-lampu panggung menyala, suasana menjadi semakin magis. Lagu-lagu penutup dinyanyikan dengan penuh semangat, dan hampir seribu suara menyatu seperti paduan doa yang melambung ke langit Borneo. Wajah-wajah bahagia terlihat di mana-mana, seolah semua kelelahan perjalanan terbayar oleh kegembiraan bersama.

Begitulah hari itu: dari tengah sawit, Borneo menyala. Dan untuk sesaat, kampus kecil di Ngabang terasa seperti pusat dunia—tempat harapan dan inspirasi mengalir tanpa batas.

Share with:


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Contact Us

Give us a call or fill in the form below and we will contact you. We endeavor to answer all inquiries within 24 hours on business days.
Please enable JavaScript in your browser to complete this form.
Translate »